Rabu, 13 Januari 2016

Media Sosial

Media Sosial??












Kesenjangan Akses Media Sosial

Jayanti Indah Lestari
Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan
Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang

Abstrak
Artikel ini membahas tentang bagaimana perilaku atau rutinitas kalangan peserta didik dalam mengakses media sosial. Di era digital ini, pengaksesan media sosial yang sedang digemari berbagai kalangan termasuk peserta didik ini diantaranya adalah Facebook, Twitter, Path, Youtube, Instagram, Kaskus, LINE, Whatsapp, Blackberry  Messenger. Masing-masing media sosial tersebut mempunyai keunggulan khusus yang menarik yang seakan sudah menjadi candu, tiada hari tanpa membuka media sosial, bahkan hampir 24 jam mereka tidak lepas dari smartphone. Media sosial memang menawarkan banyak kemudahan yang membuat para remaja betah berlama-lama berselancar di dunia maya. Dari rutinitas yang berkelanjutan itu memberikan dampak positif dan juga dampak negatif dalam berbagai aspek, diantaranya dalam dunia pendidikan. Media sosial memberikan kemudahan peserta didik untuk mengakses tugas-tugas dari guru, dan juga sebagai media untuk memperluas wawasan dan pertemanan. Tetapi disisi lain, media sosial juga berdampak buruk pada kegiatan belajar dan  pendidikan komunikasi peserta didik. Di sinilah pentingnya peranan semua pihak baik orang tua, institusi pendidikan, pemerintah dan masyarakat untuk mengawasi anak, remaja dan muridnya, khususnya bagi yang masih dibawah umur untuk membekali mereka menghadapi perkembangan teknologi.
Kata kunci : Komunikasi, Media Sosial, Perilaku, Peserta Didik.

Pendahuluan
Manusia berinteraksi dengan manusia lain telah menjadi inti dalam kehidupan. Proses dari interaksi tersebut melibatkan proses komunikasi. Dalam proses komunikasi diperlukan media untuk menyampaikannya. Media penyaluran komunikasi akan berubah seiring dengan berjalannya waktu. Ada dua jenis komunikasi, komunikasi langsung dan tidak langsung. Sebelum ada jaringan internet (interconnection networking), komunikasi tidak langsung dapat melalui surat, teks, surat kabar, radio, televisi, dan sebagainya.
Menjamurnya penggunaan internet benar-benar mengubah kehidupan kita semua. Tempat dan jarak yang dulu memisahkan, sekarang makin tidak terasa dampaknya. Internet sudah menjadi kebutuhan hidup sehari-hari, sehingga penggunaan internet dari tahun ke tahun semakin meningkat. Kemajuan internet memengaruhi hampir semua aspek dalam kehidupan dengan dimulainya berbagai transaksi dan komunikasi melalui internet. Fenomena tersebut menyeret dunia pendidikan dengan adanya e-learning. E-learning makin banyak diterapkan dengan memberikan janji-janji penghematan biaya, penghematan waktu, dan sebagainya. E-learning dapat diakses melalui  fasilitas yang ada di jaringan internet yaitu media sosial. Media sosial merupakan situs jejaring sosial di mana seseorang dapat membuat web page pribadi dan terhubung dengan setiap orang yang tergabung dalam media sosial yang sama untuk berbagi informasi dan berkomunikasi (Hana, www.mudazine.com,2014).  
Sangat mudah dan tidak membutuhkan waktu yang lama bagi seseorang dalam membuat akun di media sosial. Kalangan remaja yang mempunyai media sosial biasa nya memposting tentang kegiatan pribadinya, curhatannya, serta foto-foto bersama teman-temannya. Semakin aktif seorang remaja di media sosial maka mereka semakin dianggap keren dan gaul. Namun kalangan remaja yang tidak mempunyai media sosial biasanya dianggap kuno, ketinggalan jaman, dan kurang bergaul. Media sosial menghapus batasan-batasan dalam bersosialisasi. Dalam media sosial tidak ada batasan ruang dan waktu, mereka dapat berkomunikasi kapanpun dan dimanapun mereka berada. Tidak dapat dipungkiri bahwa media sosial mempunyai pengaruh yang besar dalam kehidupan seseorang.
Di dalam dunia pendidikan, media sosial juga mempunyai peran efektif, diantaranya mampu memberikan kemudahan bagi guru untuk memberikan tugas melalui media sosial, sehingga peserta didik mampu mengaksesnya. Media sosial juga bisa dijadikan sebagai media untuk berdiskusi sesama pelajar maupun lintas angkatan, di mana mereka dapat bertukar pikiran secara efisien, kapanpun dan di manapun mereka berada. Tetapi disisi lain, penggunaan media sosial yang negatif adalah terganggunya kegiatan belajar siswa, karena pikiran mereka telah terkontaminasi dengan kecanduan mengakses media sosial. Selain itu, perbedaan komunikasi di media sosial sangat bebas tanpa aturan-aturan yang baik, sehingga pengguna akan terbiasa berkomunikasi dengan tidak baik di dunia nyata.
Dari berbagai permasalahan yang timbul akibat pengaksesan media sosial, harus ada cara yang tepat dan efisien untuk mengatasinya. Dari mulai pemerintah, instansi pendidikan, dan orangtua harus mengetahui serta memahami cara untuk menghindari atau mengatasi dampak negatif dari perilaku pengaksesan media sosial, sehingga hal-hal yang buruk tidak akan menimpa generasi-generasi masa depan.
            Pengaksesan yang mudah dan murah
                        Kaum remaja yang masih identik sebagai peserta didik saat ini sangat ketergantungan terhadap media sosial. Mereka begitu identik dengan smartphone yang hampir 24 jam berada di tangan dan sangat sibuk berselancar di dunia online yang seakan tidak pernah berhenti. Hal ini dikarenakan mudahnya mengakses media sosial dimanapun dan kapanpun merka berada, selain itu murahnya biaya yang dikeluarkan oleh pengguna, karena provider-provider bersaing untuk merendahkan harga kuota untuk mengakses internet.
Adapula media sosial yang gratis pengaksesanya, misalnya saja facebook. Facebook merupakan salah satu jaringan sosial dimana para pengguna dapat berinteraksi dengan orang lain di seluruh dunia. Facebook adalah salah satu media sosial yang sangat mudah cara mengaksesnya, ada provider yang menggratiskan pengaksesannya,dan juga banyak fitur yang bermanfaat. Cara pembuatan akun Facebookpun juga sangat mudah, hanya mendaftar dengan alamat e-mail atau cukup dengan nomor telepon tanpa pengawasan yang ketat. Dari hal itu saja bisa dilihat, bagaimana animo kalangan remaja atau peserta didik secara rutin mengakses media sosial seperti tanpa beban. Dalam buku E-learning, Konsep & Aplikasi (Effendy dan Zhuang, 2005) bahwa terbukti melalui riset yang dilakukan oleh Sekolah Tinggi Sandi Negara (STSN) bersama Yahoo! mengenai penggunaan internet di kalangan remaja. Hasilnya menunjukkan, kalangan remaja usia 15-19 tahun mendominasi pengguna internet di Indonesia sebanyak 64%.Nah, terbukti begitu mudah dan murahnya mengakses media sosial.
Manfaat dan dampak bagi proses belajar konsep e-learning
                        E-learning telah melanda dunia akademis. Di Amerika Serikat, e-learning telah digunakan di hampir 90% universitas yang memiliki lebih dari 10.000 siswa (Efendy dan Zhuang; 2005). Presiden Stanford University AS, Gerhard Casper dalam buku Konsep dan aplikasi e-learning menyatakan yakin dalam waktu sepuluh tahun ke depan, pendidikan akan berganti dari pendidikan di kelas ke pendidikan online.
 Di Indonesia, penerapan e-learning dalam dunia pendidikan juga tak kalah tertinggal. Penerapan e-learning dengan media yang beragam, termasuk media sosial. Penerapan media sosial dalam dunia akademis dapat memperhemat waktu dan biaya. Contoh yang sederhana saja, di grup facebook  dimana seorang guru dapat menginformasikan pelatihan-pelatihan, soal-soal ataupun informasi mengenai kegiatan belajar mengajar melalui grup facebook tersebut. Peserta didik dengan mudah mengaksesnya, mendapat bimbingan dari guru, dan juga berdiskusi dengan teman-temannya di dalam grup itu.
Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan (Pustekkom) Depdiknas juga mengeluarkan beberapa mata pelajaran yang berbentuk multimedia, yang ditujukan terutama untuk pelajar SMA. Pustekkom telah meluncurkan e-dukasi.net yang bermaksud memberikan materi pelajaran bagi siswa dan guru secara gratis (Kompas, 2003)
Selain dari manfaat bagi proses belajar konsep e-learning, pengaksesan media sosial juga dapat berdampak buruk bagi peserta didik yang mengaksesnya secara berlebihan. Penggunaan media sosial seringkali mengganggu proses belajar remaja, sebagai contoh ketika sedang belajar lalu ada notification chatting dari teman yang akhirnya dapat mengganggu proses belajar, dan kebiasaan seorang remaja yang berkicau berkali-kali di Facebook, Instagram atau Twitter yang terkadang hanya untuk mengeluhkan betapa sulit pelajaran yang sedang dia kerjakan. Begitu juga ketika proses kegiatan belajar mengajar, peserta didik yang sudah kecanduan media sosial sering tidak memperhatikan guru yang sedang mengajar, mereka lebih mementingkan mengakses media sosial di bawah meja dengan sembunyi-sembunyi. Hal ini sangat disayangkan, karena peserta didik menggunakan media sosial dengan tidak benar dan tidak efektif.
            Komunikasi bebas, tanpa aturan dan sopan santun
Berbicara tentang pendidikan, tentu tidak lepas dari komunikasi karena komunikasi merupakan bagian integral atau inti dari sistem dan tatanan kehidupan manusia dalam bermasyarakat. Joseph De Vito (1996) dalam buku Pengantar Ilmu Komunikasi karya Tommy Suprapto (2011) mengemukakan bahwa komunikasi adalah transaksi, dimana komunikasi adalah sebuak kegiatan yang berlangsung secara kontinu. Nah, dunia pendidikan yang dimaksudkan disini tidaklah terfokus pada pendidikan formal yang ada di instansi-instansi pendidikan. Mengingat bahwa proses pendidikan tidak hanya terjadi disekolah-sekolah atau perguruan tinggi, melainkan juga dapat terjadi secara informal dan nonformal. Dimana pendidikan dapat berjalan secara kelembagaan dan juga secara alami, dimanapun dan kapanpun dapat terjadi. Proses pendidikan sangatlah fleksibel. Pendidikan tidak hanya membahas tentang pengetahuan, tetapi dasar-dasar dari setiap aspek kehidupan yang dipelajari dan dialami adalah suatu proses pendidikan.
Salah satu dari aspek kehidupan yang sangat inti adalah komunikasi. Sebagaimana yang telah  disebutkan diatas bahwa komunikasi adalah bagian yang sangat integral dalam kehidupan manusia, maka haruslah sangat diperhatikan. Laswell  dalam buku Pengantar Ilmu Komunikasi Karya Tommy Suprapto (2011) mengungkapkan bahwa di dalam komunikasi terdapat komunikator, pesan, media, komunikan, pengaruh.
Esensi dalam proses komunikasi adalah untuk memperoleh kesamaan makna di antara orang yang terlibat dalam proses komunikasi antar manusia. Aktivitas komunikasi dapat dilihat pada setiap aspek kehdupan sehari-hari manusia, yaitu sejak dari bangun tidur di pagi hari sampai dengan manusia beranjak tidur pada malam hari.
Hal tersebut dapat dilihat dari hasil penelitian yang menyatakan bahwa persentase waktu yang digunakan dalam proses komunikasi adalah sangat besar, berkisar antara 75% sampai 90% dari jumlah waktu kegiatan. Waktu yang digunakan dalam proses komunikasi tersebut 5% digunakan untuk menulis, 10% untuk membaca, 35% untuk berbicara, dan 50% untuk mendengar (Jiwanta,1982) dalam buku Pengantar Ilmu Komunikasi oleh Tommy Suprapto.
Hal tersebut mebuktikan bahwa betapa vitalnya komunikasi dalam tatanan kehidupan sosial manusia. Namun dewasa ini, pendidikan  komunikasi tidak terlalu diperhatikan. Komunikasi dapat terjadi secara langsung atau bertatap muka dan juga secara tidak langsung. Sebelum ada jaringan internet (interconnection networking), komunikasi tidak langsung dapat melalui surat, teks, surat kabar, radio, televisi, dan sebagainya. Setelah ada jaringan internet, komunikasi tidak langsung menjadi sangat bebas seakan tiada jarak dan waktu yang memisahkan. Media dalam internet yang dapat digunakan untuk berkomunikasi misalnya media sosial yang sedang menjamur, yaitu Facebook, Twitter, Path, Youtube, Instagram, Kaskus, LINE, Whatsapp, Blackberry  Messenger.
Di kalangan peserta didik, media sosial yang disebutkan diatas adalah hal yang tidak asing lagi bagi kehidupan mereka. Mereka sangat ketergantungan dengan media sosial. Gaya komunikasi yang mereka gunakan pun sangat bebas tanpa ada aturan. Bagi anak dan remaja, tidak ada aturan ejaan dan tata bahasa di situs jejaring sosial. Hal ini membuat mereka semakin sulit untuk membedakan antara berkomunikasi di situs jejaring sosial dan di dunia nyata. Karena di media sosial tidak ada aturan yang harus ditaati, dengan bebasnya mereka berkomunikasi. Sehingga menjadi sebuah kebiasaan disaat mereka berkomunikasi di dunia nyata.
Berkomunikasi di media sosial sering tanpa batas. Mereka sering berkomunikasi tidak sopan di dunia nyata, disebabkan karena mereka sering mengucapkan kata-kata yang bebas di media sosial. sebagai contoh riil adanya bullying, sebagai konsekuesi pengguna media sosial, dimana gambar meme yang penuh lelucon sebenarnya berisi ejekan terhadap warga Bekasi. Namun, warga Bekasi menyikapi dengan membuat lelucon serupa. Jika di dunia nyata, bullying sangat dilarang. Seperti kasus bullying di beberapa sekolah. Lain halnya dengan di dunia maya, pem-bully-an di media sosial menurut pengamat adalah hal yang biasa. (Sindonews,2014)
Di media sosial, kita tidak diwajibkan memiliki identitas yang sesuai dengan diri kita, bahkan orang bisa menyembunyikan identitas diri untuk menyalurkan unek-uneknya. Hal itu guna menghindari sesuatu yang tak diinginkan tentang komentar atau pesan yang ditulis di media sosial. dengan kebebasan itu, kalangan peserta didik menjadi terbiasa berkomunikasi bebas tanpa aturan dan sopan santun, hal ini dapat menyebabkan mereka menjadi malas belajar berkomunikasi di dunia nyata. Tingkat pemahaman bahasa bagi mereka pun menjadi terganggu, jika anak terlalu banyak berkomunikasi di dunia maya. Situs jejaring sosial akan membuat anak dan remaja atau peserta didik lebih mementingkan diri sendiri. Mereka menjadi tidak sadar akan lingkungan di sekitar mereka, karena kebanyakan menghabiskan waktu di internet. Hal ini dapat mengakibatkan menjadi kurang berempati di dunia nyata.
            Kurang perhatian dan pemahaman orangtua tentang teknologi
Dengan melihat begitu banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan dengan penggunaan teknologi internet, khususnya media sosial. Dampak tersebut disebabkan salah satunya kurangnya pengawasan orangtua terhadap pengaksesan media sosial oleh anak-anak mereka. Banyak orangtua yang sibuk bekerja sehingga tak sempat memperhatikan apa yang dilakukan oleh anak-anaknya. Hal tersebut membuat anak mengalami kekosongan karena kebutuhan akan bimbingan orangtua tidak ada atau kurang. Hal ini disebabkan karena keluarga mengalami kurang komunikasi dan menyebabkan anak sangat aktif di media sosial.
Media sosial berhubungan dengan kepribadian introvert (Setyastuti, 2012) dalam buku  E-learning, Konsep & Aplikasi karya Efendy & Zhuang (2005), Semakin introvert seseorang maka dia akan semakin aktif di media sosial sebagai pelampiasan. Maka peran orangtua sangat dibutuhkan sebagai pengawas dan juga sosok yang memahami anak. Keluarga harus dapat memberikan fungsi afektif agar seorang anak mendapatkan perhatian yang cukup.
            Demikian halnya dengan orangtua yang kurang pemahaman tentang teknologi internet. Orangtua yang disebutkan gaptek (gagap teknologi) tidak bisa mengawasi anak-anaknya yang mengakses media sosial. Kebanyakan dari mereka, cukup yakin dan percaya saja terhadap apa yang dilakukan oleh anak mereka di dunia maya. Mereka hanya tahu, bahwa di dunia maya, anak mereka dapat memperoleh banyak wawasan, teman, informasi tanpa mengerti bahaya apa yang mengancam anak mereka jika tidak berhati-hati. Seperti kasus kejahatan  terjadi melalui media sosial, beberapa kasus seorang remaja yang dilaporkan hilang oleh orangtuanya yang ternyata kabur dengan teman yang baru dikenalnya di Facebook serta banyaknya penipuan melalui bisnis di jejaring sosial (www.mudazine.com). Laporan dari pihak Komnas HAM  diperoleh lebih dari 100 orang anak hilang akibat menjalin pertemanan melalui  Facebook dengan rata-rata korbannya adalah remaja  putri (smpn2banyuasin.wordpress.com).
            Peran orangtua memang benar-benar diperlukan, dimana pendidikan dan komunikasi adalah aspek inti yang didapatkan dalam sebuah keluarga. Seharusnya orangtua berusaha untuk mengimbangi kemampuan dan pengetahuan tentang teknologi yang diketahui oleh anak. Sehingga orangtua dapat memantau apa saja yang dilakukan oleh anak. Kualitas komunikasi dalam keluargapun juga harus diperhatikan agar anak tidak merasa dibiarkan oleh keluarganya.
Selain itu, peran serta pemerintah untuk menghindari dampak negatif dari penggunaan internet juga masih belum nampak. Pemblokiran situs-situs porno juga belum signifikan dengan pengunggahan video-video dari tangan-tangan jahil. Kebebasan berkomunikasipun belum ada perhatian dari pemerintah, sehingga lingkungan pendidikan mendapat banyak dampak negatif dari pengaksesan media sosial yang tidak bertanggungjawab.
Penutup
Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan media sosial dilingkup remaja khususnya peserta didik mempunyai manfaat yang baik dan menguntungkan. Dimana di era digital ini, peserta didik dapat melihat secara luas melalui media sosial. Di media sosial mereka dapat memperluas jaringan pertemanan, menyalurkan aspirasi mereka secara bebas serta mempermudah pengaksesan tugas-tugas. Tetapi disisi lain banyak juga dampak negatif yang dapat berpengaruh kepada kehidupan mereka. Dampak-dampak tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu pengaksesan yang mudah dan murah, komunikasi yang terlalu bebas tanpa adanya aturan, serta kurangnya pemahaman orangtua terhadap teknologi dan kurangnya perhatian pemerintah. Penggunaan media sosial yang menjadi candu akan mengganggu komunikasi antara peserta didik dengan keluarga. Penggunaan media sosial yang berlebihan akan membuat banyak kebiasaan buruk dalam kehidupan peserta didik. Peran orangtua dan pemerintah sangat diperlukan dalam pengawasan pengaksesan media sosial.

Daftar Pustaka
Suprapto, Tommy. 2011. Pengantar Ilmu Komunikasi. Yogyakarta: Center for Academic Publishing Service.
Effendy, Empy, & Zhuang, Hartono. 2005. E-learning, Konsep & Aplikasi. Yogyakarta: C.V. Andi Offset.

Arjawinangun, Komarudin B. 2014. Bullying, Konsekuensi Penggunaan Media Sosial. Seputar Indonesia. Jakarta. 12 Oktober 2014.

Kompas. 2003. Depdiknas : Siapkan Sistem E-learning di Sembilan Kota. Kompas. Jakarta: 11 Februari.

Feberia, Hana. 2014. Pengaruh Media Sosial Terhadap Perilaku di Kalangan Remaja. dunduh di http://mudazine.com/hanafeberia/pengaruh-media-sosial-terhadap-perilaku-di-kalangan-remaja/ tanggal 9 Oktober 2014.

Didno, Kang. 2011. Dampak Positif dan Negatif Jejaring Sosial Bagi Anak dan Remaja.Diunduh di https://www.google.com/didno76.com/dampak-positif-dan-negatif-jejaring.   tanggal 9 Oktober 2014.



6 komentar:

  1. Kurang pemaparan solusi riil dari tenaga pendidik mengingat tenaga pendidik lah yg bersentuhan langsung dengan siswa serta turut andil dalam proses pembelajaran e-learning..selain itu perlunya pemahaman bagi siswa itu sendiri kak, karena dari uraian srbelumnya hanya dibahas mengenai perlunya peranan pemahaman orang tua saja. Pdhl yg lebih penting adalah kesadaran dari siswa itu sendiri..bagaimana siswa itu bisa secara sadar memanage penggunaan media sosial..baik dari batasan waktu penggunaan maupun dari situs2 yg boleh diakses ataupun tidak.

    BalasHapus
  2. oo seperti itu. hai blog anda sangat menarik, jangan lupa kunjungi blog ku ya http://deasyamalina052.blogspot.co.id/

    BalasHapus
  3. tema yang dibahas menarik, dekat dengan mahasiswa :) kunjungi blog ku dianerviana.blogspot.com ya kakak

    BalasHapus